SEBERAPA PANTAS








Sinta terbangun dari mimpi buruknya. Entah sudah berapa lama dia selalu bermpimpi buruk seperti barusan. Sejak dia...buta! Lagi-lagi kenyataan itu membuatnya tercekat. Sekarang dunianya gelap sepanjang waktu. Dan mimpi buruk kerap menghantuinya di waktu malam.

Sebuah kecelakaan membuatnya buta sejak 4 bulan lalu. Sejak itu, dia selalu murung, marah-marah, dan putus asa. Tidak pernah mau menerima tamu siapapun. Teman-temannya yang mencoba datang menghiburnyapun dia usir pergi dari rumahnya. Ayah ibunya hanya menghela napas panjang setiap kali mendengar Sinta berteriak menyuruh siapapun meninggalkannya sendiri.

Bahkan Aryapun tidak sanggup membujuknya. Calon suaminya. Yang seharusnya tahun ini akan menikahinya. Tapi kecelakaan itu membuat semuanya berubah. Arya tidak pernah diberinya kesempatan untuk menemui, berbicara dan menemaninya.

“Nduk, Arya datang. Temuilah sebentar,” bujuk ibunya suatu malam di kamarnya.


“Tidak Bu, suruh dia pergi,” sahut Sinta ketus.

“Jangan begini terus. Arya masih mencintaimu. Dia datang untuk membicarakan pernikahan kalian.”

“Tidak akan ada pernikahan Bu. Tidak akan pernah ada!” ucap Sinta semakin keras.

Ibunya putus asa membujuknya dan kembali meninggalkan Sinta seorang diri.

“Sinta, ini Arya. Aku tadi datang untuk bertemu denganmu. Aku kangen padamu. Aku juga ingin membicarakan pernikahan kita. Aku masih ingin menikah denganmu. Tidak pernah terpikir ada perempuan lain yang akan kunikahi selain dirimu. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan ucapanku. Dulu maupun sekarang. Tidak ada yang berubah.”

Sinta sesenggukan mendengar rekaman suara yang diperdengarkan ibunya kepadanya. Kemudian Sinta memeluk ibunya lama. Lama sekali.
“Bu, Sinta tahu Arya tulus ingin menikahiku. Tapi aku egois kalau aku masih berharap dia menikahiku. Dia punya banyak mimpi di masa depan yang ingin diraih. Aku tahu itu. Tidak adil kalau dia nanti menghabiskan sepanjang usianya untuk mengurusku yang buta ini. Jadi lebih baik aku tidak menikah dengannya. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dariku. Yang sempurna. Yang tidak buta sepertiku,” kata Sinta pelan.

Sinta meminta Ibu untuk menyampaikannya ke Arya. Bagaimanapun juga, dia belum sanggup untuk berbicara langsung kepada Arya. Semuanya terasa sangat menyakitkan.

Pelan-pelan, Sinta mulai bisa menerima keadaan dirinya sendiri. Saat memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan dengan Arya, saat itu juga dia memutuskan untuk berubah. Dia tahu Arya akan terus-menerus khawatir padanya kalau dia masih bersikap seperti dulu. Arya harus tahu kalau dia bisa hidup sendiri. Agar Arya juga bisa melanjutkan hidup tanpanya. Dia belajar keterampilan baru, bergabung dengan komunitas yang dia butuhkan, belajar banyak hal baru, dan membiasakan diri dengan kebutaannya.

Hingga kabar itu datang, Arya kecelakaan. Dia lumpuh. Sinta pertama kalinya menemuinya setelah selama ini dia menolak bertemu Arya lagi.

“Apa kabar mas?” tanyanya pelan

“Lumpuh, kalau kamu mau tahu,” Arya menjawab santai sambil tertawa.

Sinta terkejut. Dia pikir, dia akan mendapati Arya yang sedih dan depresi seperti dulu dia pertama kali tahu kalau buta. Arya ternyata jauh lebih kuat darinya.

Kemudian, pertama kalinya setelah hampir satu tahun lamanya mereka berdua tidak saling bertemu dan bicara, mereka kembali berbagi cerita. Kadang tertawa, kadang menangis, tapi kebanyakan mereka tersenyum.

Arya yang sekarang lumpuh dan harus duduk di kursi roda, Sinta yang sekarang buta dan kemana-mana harus berjalan menggunakan tongkat. Siapa sangka kini mereka kembali dekat seperti sebelum ada kecelakaan-kecelakaan yang membuat mereka saling pergi.

“Sinta, kamu mau menikah denganku? Aku tidak bisa menjanjikan hal-hal yang dulu pernah kukatakan padamu. Tapi aku akan berusaha selalu ada di sampingmu melewati hidup dan hari-harimu. Aku memang lumpuh, tapi aku akan tetap memastikan aku akan menjagamu. Sampai akhir hidupku,” kata Arya di depan Sinta dan kedua orang tuanya suatu hari. Dia melamar Sinta lagi. Tak lupa dengan membawakannya bunga putih kesukaan Sinta. Seperti dulu pertama kali dia melamar gadis itu.


Sinta meneteskan airmata. Alasan apalagi yang bisa dia buat untuk menolak Arya kali ini? Tapi terutama, bisakah dia kembali membohongi dirinya sendiri dan menjawab tidak?

Sinta akhirnya mengangguk. Dia merasakan kelegaan orang tua di sampingnya. Sinta memang tidak bisa melihat betapa bersinarnya wajah Arya saat itu, tapi dia tahu, wajahnya juga pasti memerah bahagia.

Yang Sinta tidak tahu adalah, Arya sengaja membuat dirinya kecelakaan agar Sinta tidak lagi merasa tidak pantas untuknya. Untuk yang satu ini, biarlah Sinta tidak pernah tahu.



#OneDayOnePost

#ODOP

#Day37

Post a Comment

0 Comments