Pagi ini, aku mulai memberesi rak
buku yang berantakan. Tidak mungkin bisa kubereskan sekaligus, tapi ketika aku
menata salah satu tumpukan buku di rak pertama yang kusentuh, aku sudah berhenti. Aku teringat seseorang. Seorang
pembaca sejati. Yang kedua tangannya,
jari-jarinya, pernah menyentuh setiap
lembaran kertas di tumpukan buku ini. Bapak.
Bisa dibilang, sosok panutanku dalam
hal membaca adalah almarhum Bapak. Sejak kecil, kami sudah membaca koran terbitan ibukota di rumah. Secara
teratur , Bapak akan pulang kerja dan membawa koran-koran yang sudah selesai
dibaca. Tak heran, Koran selalu menumpuk di rumah dan ada di mana-mana. Setiap
kami bepergian, Bapak tak ragu membeli koran dari penjaja koran di jalanan. Ketika
Bapak dirawat di rumah sakit di luar kotapun, beliau minta dibelikan koran agar
tidak bosan di tempat tidur.
Setelah bekerja, aku jadi bisa membeli buku sendiri. Bapaklah yang
kemudian lebih sering membaca buku-bukuku dibanding aku. Aku ingat sekali, saat
beliau pensiun, buku-bukuku mulai dibaca untuk mengisi waktu di rumah. Bahkan
buku-buku yang kubelikan untuk Aca waktu itu sudah tamat dibaca semua. Seperti
paket buku 24 Nabi & Rasul Teladan Utama ini, 10 buku, dan semuanya sudah
beliau baca. Pagi ini, saat aku menemukan buku ini lagi, aku baru sadar, bahkan
akupun belum membaca satu seripun.
Bapak memang sangat menikmati kegiatan membaca. Aku bahkan
hafal ekspresinya saat membaca, dengan kacamatanya dan secangkir kopi di meja,
Bapak akan larut dengan buku, koran, atau majalah di tangannya. Sesekali aku
sempat menggodanya ketika beliau suka membuka halaman dengan menjilat jarinya.
“Bapaak, buku mahal jangan
digitukaan” teriakku sambil tertawa.
Beliau tergelak, kemudian kaget waktu kuberi tahu harga bukunya yang jutaan
itu. Tapi tentu saja, Bapak tidak akan menghentikan kebiasaan itu. Akupun tidak
benar-benar melarangnya.
Kecintaannya pada bacaan, memang
istimewa. Bacaan jenis apapun tak masalah bagi beliau. Sesederhana koran lusuh
yang kadang dibaca ulang, buku anak milik cucu-cucunya, atau bahkan buku TTS
yang entah berasal darimana. Itulah yang
membuat kami, anak-anaknya terbiasa dengan buku di rumah. Terbiasa membaca.
Sekarang, di rumahku, selain
dapur dan kamar mandi, pasti ada saja buku di sana. Di setiap ruangan adalah tempatku membaca buku. Yang
seringnya suka lupa kutaruh di tempat semula haha.. Inginku, suatu saat nanti,
anak cucuku juga bisa melihat contoh yang sama dari diriku. Menikmati membaca
dan mencintai bacaan sepertiku. Tentu
saja masa depan akan berbeda karena buku
cetak akan mulai tergantikan dengan buku digital, audio books, dan semacamnya,
tapi setidaknya, buku-buku yang menemani Bapak di masa tuanya seperti ini, yang
menemaniku di sisa hidupku nanti, akan tetap ada dan dijaga sebisanya oleh
mereka.
0 Comments